Bukti
ilmiah
Pada tahun
1939, geolog Belanda Van Bemmelen melaporkan, Danau Toba, yang panjangnya 100
kilometer dan lebarnya 30 kilometer, dikelilingi oleh batu apung peninggalan
dari letusan gunung.
Karena itu, Van Bemmelen menyimpulkan, Toba
adalah sebuah gunung berapi. Belakangan, beberapa peneliti lain menemukan debu
riolit (rhyolite) yang seusia dengan batuan Toba di Malaysia, bahkan
juga sejauh 3.000 kilometer ke utara hingga India Tengah.
Letusan supervolcano Yellowstone yang
terkenal dahsyat masih kalah dengan letusan supervolcano Toba
Beberapa ahli kelautan pun melaporkan telah
menemukan jejak-jejak batuan Toba di Samudra Hindia dan Teluk Benggala.
Para peneliti awal, Van Bemmelen juga Aldiss
dan Ghazali (1984) telah menduga Toba tercipta lewat sebuah letusan
mahadahsyat.
Namun peneliti lain, Vestappen (1961),
Yokoyama dan Hehanusa (1981), serta Nishimura (1984), menduga kaldera itu
tercipta lewat beberapa kali letusan.
Peneliti lebih baru, Knight dan sejawatnya
(1986) serta Chesner dan Rose (1991), memberikan perkiraan lebih detail:
kaldera Toba tercipta lewat tiga letusan raksasa.
Penelitian seputar Toba belum berakhir hingga
kini. Jadi, masih banyak misteri di balik raksasa yang sedang tidur itu. Salah
satu peneliti Toba angkatan terbaru itu adalah Fauzi dari Indonesia, seismolog
pada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
Sarjana fisika dari Universitas Indonesia
lulusan 1985 ini berhasil meraih gelar doktor dari Renssealer Polytechnic
Institute, New York, pada 1998, untuk penelitiannya mengenai Toba.
Gunung Toba adalah gunung api raksasa (super volcano) yaitu
gunung aktif dalam kategori sangat besar, diperkirakan meletus terakhir sekitar
74.000 tahun lalu.
Letusan Gunung Tambora jika dibandingkan dengan letusan maha dahsyat Gunung Toba ini, maka Gunung Tambora tidaklah ada apa-apanya. Apalagi jika dibandingkan dengan letusan Gunung Kratakau yang kalah jauh dengan Gunung Tambora.
Jadi, misalkan letusan gunung St. Helen di
Washington USA yang meletus tahun 1980 mempunyai angka letusan pada skala 1,
maka gunung Krakatau yang meletus tahun 1883 berskala 18, atau 18 kali lebih
besar (1:18).
Letusan
gunung St. Helen , 8 Mei 1980
Sedangkan jika dibandingkan dengan skala gunung
Tambora, letusan gunung St. Helen sangat jauh karena gunung Tambora yang
meletus tahun 1815 berskala 80, atau 80 kali lebih besar dari letusan gunung
St. Helen (1:80).
Apalagi jika letusan gunung St. Helen
dibandingkan dengan letusan gunung Toba yang terakhir, sekitar 74-75 ribu tahun
lalu tersebut sangatlah drastis besaran skalanya yaitu 2800, atau 2800 kali
lebih besar dari letusan gunung St. Helen! Alias satu banding 2800 (1:2800)
Letusan Gunung Tambora adalah
letusan gunung terdahsyat yang pernah diketahui oleh peradaban manusia
(baca artikel: Misteri dan Kronologi Meletusnya Tambora, Tiga Kerajaan Lenyap Seketika).
Dan letusan Gunung Krakatau adalah
letusan gunung terdahsyat yang pernah tercatat di era zaman modern.
Sedangkan letusan Gunung Toba sama sekali
tak tercatat di dalam buku, namun terlihat bukti-bukti ilmiahnya dimasa
kini.
Berada di tiga lempeng tektonik
Letak Gunung Toba (kini: Danau Toba), di Indonesia
memang rawan bencana. Hal ini terkait dengan posisi Indonesia yang terletak di
pertemuan tiga lempeng
tektonik, yakni Eurasia, Indo-Australia dan Lempeng Pasifik.
Sebanyak 80% dari wilayah Indonesia, terletak di lempeng Eurasia,
yang meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Banda.
Lempeng benua ini hidup, setiap tahunnya mereka bergeser atau
menumbuk lempeng lainnya dengan jarak tertentu. Lempeng Eurasia yang merupakan
lempeng benua selalu jadi sasaran.
Lempeng Indo-Australia
misalnya menumbuk lempeng Eurasia sejauh 5-7 cm per tahun. Atau Lempeng Pasifik yang
bergeser secara relatif terhadap lempeng Eurasia sejauh 11 cm per tahun. Dari
pergeseran itu, muncullah rangkaian gunung, termasuk gunung berapi Toba.
Jika ada tumbukan, lempeng lautan yang mengandung lapisan sedimen menyusup di
bawahnya lempeng benua. Proses ini lantas dinamakan subduksi atau penyusupan.
Gunung hasil subduksi, salah
satunya Gunung Toba. Meski sekarang tak lagi berbentuk gunung, sisa-sisa kedasahyatan
letusannya masih tampak hingga saat ini.
Danau Toba merupakan kaldera yang terbentuk akibat meletusnya
Gunung Toba sekitar tiga kali yang pertama 840 ribu tahun lalu dan yang
terakhir 74.000 tahun lalu.
Bagian yang terlempar akibat
letusan itu mencapai luas 100 km x 30 km persegi. Daerah yang tersisa kemudian
membentuk kaldera. Di tengahnya kemudian muncul Pulau Samosir.
Letusan
Sebelumnya Gunung Toba pernah
meletus tiga kali.
- Letusan
pertama terjadi sekitar 800 ribu tahun lalu.
Letusan ini menghasilkan kaldera di selatan Danau Toba, meliputi daerah
Prapat dan Porsea.
- Letusan
kedua yang memiliki kekuatan lebih kecil, terjadi 500 ribu tahun
lalu. Letusan ini membentuk kaldera di utara Danau Toba. Tepatnya di
daerah antara Silalahi dengan Haranggaol. Dari dua letusan ini, letusan
ketigalah yang paling dashyat.
- Letusan
ketiga 74.000 tahun lalu menghasilkan kaldera,
dan menjadi Danau Toba sekarang dengan Pulau Samosir di tengahnya.
Gunung Toba ini tergolong Supervolcano.
Hal ini dikarenakan Gunung Toba memiliki kantong magma yang besar yang jika
meletus kalderanya besar sekali. Volcano kalderanya ratusan meter, sedangkan
Supervolacano itu puluhan kilometer.
Terlihat
pemandangan kaldera gunung Toba yang kini bernama Danau Toba dan ditengahnya
terdapat pulau Samosir yang terbentuk karena adanya gaya up-lifting
(pengangkatan). Inilah yang menyebabkan munculnya Pulau Samosir.
Yang menarik adalah terjadinya
anomali gravitasi di Toba. Menurut hukum gravitasi, antara satu tempat dengan
lainnya akan memiliki gaya tarik bumi sama bila mempunyai massa, ketinggian dan
kerelatifan yang sama.
Jika ada materi yang lain berada
di situ dengan massa berbeda, maka gaya tariknya berbeda. Bayangkan gunung
meletus.
Banyak materi yang keluar,
artinya kehilangan massa dan gaya tariknya berkurang. Lalu yang terjadi up-lifting
(pengangkatan). Inilah yang menyebabkan munculnya Pulau Samosir.
Magma yang di bawah itu terus
mendesak ke atas, pelan-pelan. Dia sudah tidak punya daya untuk meletus.
Gerakan ini berusaha untuk menyesuaikan ke normal gravitasi.
Ini terjadi dalam kurun waktu
ribuan tahun. Hanya Samosir yang terangkat karena daerah itu yang terlemah.
Sementara daerah lainnya merupakan dinding kaldera.
Sedangkan nenek moyang manusia
modern, Homo sapiens, mulai muncul dan tinggal di kawasan Afrika
150.000-200.000 tahun lalu. Mereka mulai bermigrasi ke luar Afrika 70.000 tahun
lalu dan menyebar ke seluruh dunia. Pada periode yang lebih kurang sama, 74.000
tahun lalu, terjadi letusan dahsyat Gunung Toba ini.
Apabila dikaitkan dengan letusan
Toba, temuan itu juga menunjukkan bahwa nenek moyang kita ternyata mampu
bertahan dari bencana dahsyat yang berpotensi memusnahkan kehidupan.
Skenario survival tersebut
didukung bukti dari rekam jejak DNA pada populasi di kawasan Wallacea yang
menunjukkan campuran gen dengan populasi dari kawasan Sunda Besar (yang
sekarang dikenal sebagai kawasan Asia Tenggara).
Selain itu, ada temuan fosil dan
peninggalan manusia purba di Gua Niah, Sarawak. Dari umurnya, temuan Niah
mengindikasikan bahwa manusia tidak musnah karena letusan Toba.
Para ilmuwan sangat meyakini
bahwa semua supervolcano
yang ada di dunia termasuk Gunung Toba pasti akan meletus kembali. Namun tidak
ada yang dapat memastikan dengan akurat kapan meletus kembali. Yang ada
hanyalah perkiraan.
Letusannya bisa saja terjadi esok
hari atau ribuan tahun lagi. Yang jelas suatu saat danau Toba yang tercipta
akibat hasil dari letusan gunung Toba pasti akan meletus kembali.
Diperkirakan Danau Toba terjadi saat ledakan sekitar 73.000-75.000 tahun yang lalu dan merupakan letusan supervolcano (gunung berapi super) yang paling baru. Bill Rose dan Craig Chesner dari Michigan Technological University
memperkirakan bahwa bahan-bahan vulkanik yang dimuntahkan gunung itu
sebanyak 2.800 km³, dengan 800 km³ batuan ignimbrit dan 2.000 km³ abu
vulkanik yang diperkirakan tertiup angin ke barat selama 2 minggu. Debu
vulkanik yang ditiup angin telah menyebar ke separuh bumi, dari Cina sampai ke Afrika Selatan. Letusannya terjadi selama 1 minggu dan lontaran debunya mencapai 10 km di atas permukaan laut.
Kejadian ini menyebabkan kematian massal dan pada beberapa spesies juga diikuti kepunahan. Menurut beberapa bukti DNA,
letusan ini juga menyusutkan jumlah manusia sampai sekitar 60% dari
jumlah populasi manusia bumi saat itu, yaitu sekitar 60 juta manusia.
Letusan itu juga ikut menyebabkan terjadinya zaman es, walaupun para ahli masih memperdebatkannya.
Setelah letusan tersebut, terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air dan menjadi yang sekarang dikenal sebagai Danau Toba. Tekanan ke atas oleh magma yang belum keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir.
Tim peneliti multidisiplin internasional, yang dipimpin oleh Dr.
Michael Petraglia, mengungkapkan dalam suatu konferensi pers di Oxford,
Amerika Serikat bahwa telah ditemukan situs arkeologi baru yang cukup
spektakuler oleh para ahli geologi di selatan dan utara India. Di situs
itu terungkap bagaimana orang bertahan hidup, sebelum dan sesudah
letusan gunung berapi (supervolcano) Toba pada 74.000 tahun yang lalu,
dan bukti tentang adanya kehidupan di bawah timbunan abu Gunung Toba.
Padahal sumber letusan berjarak 3.000 mil, dari sebaran abunya.
Selama tujuh tahun, para ahli dari oxford University tersebut
meneliti projek ekosistem di India, untuk mencari bukti adanya kehidupan
dan peralatan hidup yang mereka tinggalkan di padang yang gundul.
Daerah dengan luas ribuan hektare ini ternyata hanya sabana (padang
rumput). Sementara tulang belulang hewan berserakan. Tim menyimpulkan,
daerah yang cukup luas ini ternyata ditutupi debu dari letusan gunung
berapi purba.
Penyebaran debu gunung berapi itu sangat luas, ditemukan hampir di
seluruh dunia. Berasal dari sebuah erupsi supervolcano purba, yaitu
Gunung Toba. Dugaan mengarah ke Gunung Toba, karena ditemukan bukti
bentuk molekul debu vulkanik yang sama di 2100 titik. Sejak kaldera
kawah yang kini jadi danau Toba di Indonesia, hingga 3000 mil, dari
sumber letusan. Bahkan yang cukup mengejutkan, ternyata penyebaran debu
itu sampai terekam hingga Kutub Utara. Hal ini mengingatkan para ahli,
betapa dahsyatnya letusan super gunung berapi Toba kala itu.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya.