Dream - Dahi Beby Romeo mengerenyit. Mata menatap tajam. Pada langkah seorang remaja di atas panggung. Penyanyi bersuara berat itu seperti terpikat dengan cara melangkah anak muda itu. Dia berkemeja merah. Dilapisi rompi hitam.
Beby Romeo yang duduk bersama sejumlah juri itu, langsung menembak. “Kamu belajar jalan di mana?”. Ditembak dengan pertanyaan tak lazim seperti ini, anak muda itu terlihat kikuk. Sembari cekikikan dia menyahut, ”tahu sendiri.”
Entah penasaran atau tidak, Beby lalu menyuruh remaja ini berjalan lagi. Beberapa langkah bolak-balik. Dia melakoni. Tanpa canggung. Beby kagum, menyanjung dan memberi jempol. Jempol itu disambut riuh tepuk tangan yang membahana di seluruh ruangan.
Pemuda tanggung yang menuai pujian itu bernama Boby. Nama lengkapnya Boby Berliandika. Lahir di Situbondo, Jawa Timur. Malam itu,remaja 19 tahun berwajah lugu itu, sedang di panggung. Ditonton ratusan orang di situ dan berjuta mata di rumah-rumah. Dari seluruh Indonesia.
Datang jauh dari kampung halamannya di Situbondo, malam itu Boby sedang mengantang nasib di X Faktor Indonesia. Ini ajang pencari bakat yang dihelat stasiun televisi RCTI dan ditonton berjuta mata dari seluruh Indonesia.
Ini ajang kedua serupa. Pertama 2013. Sudah mencetak sejumlah bintang. Fatin Shidqia, yang suaranya mengejutkan penyanyi kenamaan Bruno Mars itu, adalah sang juara ajang itu. Bruno Mars bahkan menayangkan video Fatin yang sedang melantukan lagu Grenade. Fatin kemudian menjadi sohor. Melayang menjadi bintang di langit hiburan tanah air. Mimpi remaja cantik itu sampai sudah.
Boby Berliandika bukan saja menyimpan mimpi yang sama, tapi juga bakat yang sama menyalanya dengan Fatin. Suara empuk. Mulus pada setiap falsetto. Dan dia datang ke panggung itu bukan hanya berbekal suara, tapi petuah sang ayah sebelum melepas nafas. Sebelum sang ayah meninggal.
Di rumah sakit, begitu Boby berkisah di panggung malam itu, sang ayah mendesaknya mengasah bakat. Mengasah suara. Boby memang sering berdendang di rumah. Ayahnya bukan saja kagum, tapi mendesak segera ikut lomba ajang pencari bakat. Dan malam itu, remaja desa ini sudah di panggung itu. Di hadapan juri. Disiram lampu.
Mirasantika, lagu karya raja dangdut, Rhoma Irama, jadi andalannya di ajang ini. Sebuah pertaruhan besar memang. Sebab ini bukan ajang lagu dangdut. Juri dan mungkin sejumlah penonton meremehkan. Apalagi penampilan kurang mengagumkan.
Tibalah saat itu. Boby bersiap menyanyikan lagu “Mirasantika”. Musik diputar. Boby mulai beraksi dengan gayanya. Kejutan sudah datang dari syair pertama. Penyanyi tenar, Afgan, yang juga menjadi juri pada malam itu, melongo kagum.
Para juri yang semula meremehkan berubah kagum. Beby bahkan mengacungkan jempol. Rosa berkali-kali memegang dahi. Sang biduan itu asyik bernyanyi dalam irama menghentak, bersama suara emas anak Situbondo itu. Dan ajaibnya lagu dangdut itu digubah dengan irama jazz oleh remaja di panggung itu. Lagu ditutup. Tepuk tangan membahana.
***
Mungkin anak Situbondo itu, tidak bisa memetik kemenangan pada ajang bergengsi ini. Dia bisa saja kalah. Dieliminasi. Tapi suara pertama di panggung itu, sudah memenangkan hati orang ramai di hampir seluruh Indonesia.
Hari sesudah malam itu, bertaburanlah rekaman suara emas Boby Berliandika itu. Lewat situs berbagi video, Youtube, rekaman itu beredar luas lewat WhattsApp, BBM dan jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter.
Dari situlah dia menjadi berita di sejumlah media di tanah air. Wajah anak Situbondo itu kemudian akrab bagi banyak orang. Boby menang sebelum final. Sekali manggung langsung menjadi bintang.
Video Mirasantika Boby telah ditonton lebih dari 2,5 juta kali di Youtube. Disanjung banyak orang. Salah seorang penonton video itu berkomentar, “Selamat datang di Indonesia, di mana orang-orang selalu judge the book from the cover.” Tampaknya dia sedang menyindir orang-orang yang meremehkan Boby, hanya karena tampilan kurang meyakinkan.
Padahal ajang pencari bakat seperti ini memang selalu meletupkan orang-orang yang tidak disangka. Tak disangka berbakat. Tak disangka disuka orang ramai dan lalu menjadi bintang.
Dan X Factor memang bukan satu-satunya ajang pencari bakat di Indonesia. Menjamurnya stasiun televisi membuka ladang baru bisnis: adu bakat. Hampir semua stasiun televisi punya program idola-idolaan. Ada yang murni Indonesia, ada pula yang membeli franchise dari luar negeri. X Factor ini, misalnya, bermula dari Inggris.
Sejumlah acara yang berbasis pencarian bakat seperti ini, rata-rata memakai cara yang hampir sama. Banyak genre musik memiliki ajang adu bakat. Dari dangdut hingga lagu pop.
Ratusan orang diuji kemampuan olah vokal. Disaring hingga menyisakan yang terbaik. Dikemas dalam siaran langsung. Saban pekan. Semua program “dibungkus” hampir sama. Tapi penonton tak pernah jemu. Pesertanya pun beragam. Ada yang diberkahi suara merdu, tapi lebih banyak yang menantang dengan suara seadanya.
Bukan hanya soal musik, ajang adu bakat di luar musik juga menjamur. Keunikan dan keterlibatan penonton jadi kunci dari bisnis televisi ini. Dan harus diakui ajang seperti ini memang banyak menemukan penyanyi bersuara emas. Bila sudah ketemu, dunia sosial siap meledakkannya ke seantero bumi.
Itulah yang terjadi dengan Fatin. Mengenakan pakaian seragam SMA, gadis remaja ini sukses memukau dewan juri. 'Grenade' Fatin Sidiqia tak hanya meledakan panggung audisi X Factor, sekujur dunia maya ikut tersihir. Ia mendadak sohor jadi trending topic di sosial media.
Video Granade di YouTube ramai dicari orang. Tak heran dalam waktu singkat penonton mencapai jutaan. Fatin kian mendunia setelah videonya diunggah Bruno Mars di situs pribadinya itu.
Fatin mengaku senang bukan kepalang. Tapi ia sadar perjalanannya untuk menjadi bintang bisa sirna seketika jika terlena. Itulah sebabnya gadis kelahiran Jakarta, 30 Juli 1996 ini, terus latihan ektra keras. Pantang menyerah. Pantang puas.
Semua upayanya itu berbuah. Benderang semenjak 2013 itu, pesonanya belum meredup sampai saat ini. Tawaran manggung terus berdatangan. Rekaman di studio banyak. Dan berjuta fans juga masih setia. Bintang Fatin masih berpendar di jagat hiburan tanah air.
***
Tapi tidak semua orang mengikuti ajang seperti ini seberuntung Fatin. Meski mereka disanjung banyak orang, diburu wartawan, dikerumuni fans saat ajang berlangsung dan keluar sebagai pemenang. Gelar sebagai jawara ajang tanding seperti ini, bukan jaminan kekal di panggung hiburan.
Lihatlah jalan hidup Janurisman Runtuwene. Pada masanya dia sungguh dipuja. Diburu dan disanjung. Sehari-hari menjadi pengamen, Janurisman melejit ke panggung hiburan tanah air. Dia keluar sebagai juara ajang Indonesia Idol sesi kelima. Hidupnya benar-benar from zero to hero.
Tapi nasib baik memang harus dirawat, jika tidak dia akan melayang. Dan mungkin itulah yang dilupakan Janurisman ini. Jalan hidup pria dengan nama tenar Aris Idol ini, seperti jatuh kembali ke titik nol. Dia sempat menekuni kembali profesi lamanya, pengamen. Turun baik bus umum.
Kebutuhan hidup telah mendesaknya terjun menjadi pengamen, meski punya bekal yang mengagumkan, gelar juara Indonesia Idol. Tawaran manggung ternyata tak seramai dulu lagi, Nasib kurang beruntung seperti Aris itu memang bukan kesalahan ajang para pencari bakat.
Beruntung, kemilau Aris belum sepenuhnya memudar. Charlie, eks vokalis ST12, mendengar kabar keterpurukannya itu. Lewat seorang produsernya, Afi, Aris direkrut menjadi vokalis band bernama Nirwana, Desember 2014. Garis nasib Aris kembali ke panggung.
Ajang pencarian bakat memang bisa menemukan permata, tapi jika tidak dirawat mereka bisa saja hanya benderang untuk sesaat. (SUMBER)
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya.